Judul : Dokter yang Dirindukan
Penulis : Asma Nadia, Dr. Anwar Fazal, dkk.
Penerbit : Republika Penerbit
Tahun terbit : 2018 - Cetakan II
Tebal : 300 halaman
Dokter-dokter itu
pahlawan. Lewat mereka, Allah mengabarkan harapan akan hari kesembuhan. (Hlm.
11)
Buku ini berisi 20 cerita yang ditulis oleh
tujuh dokter dari Malaysia dan satu penulis tanah air, Asma Nadia. Mereka
mengisahkan tentang bagaimana
perjuangan dan pengorbanan para dokter sehingga pantas disebut sebagai sosok
"yang dirindukan". Menjadi seorang dokter bukan hanya sebab kegigihan
dalam belajar, ada doa-doa orangtua serta dukungan dari orang-orang tercinta
yang menemani lika-liku perjalanannya.
Keahlian seorang dokter yang harus
dimiliki tidak hanya perihal
proses mengobati, kecakapan dalam menenangkan pasien dan menyampaikan informasi
yang transparan namun tidak menyakitkan untuk keluarganya sangat dibutuhkan.
Tutur kata maupun perilaku yang istimewa dari dokter memberikan memori indah serta kekuatan
bagi mereka yang cukup lelah akan segala proses pengobatan.
Tidak
hanya ramah dan baik hati, Dokter Titi juga hafal ulang tahun Rani. Tidak
pernah luput memberikan hadiah untuk pasien setianya, juga tidak sungkan
melangkah ke kontrakan sederhana saat Rani kecil ragu-ragu menyodorkan seberkas
undangan ulang tahun. (Hlm.10)
"Setiap
kali ke bangsal, pasti dia akan mencari Dokter. Dia tidak pernah melupakan
sikat gigi Spiderman itu. Dia ingin jadi kuat seperti Spiderman dan
menyelamatkan dunia ..." (Hlm.66)
Tujuan
seseorang untuk menjadi seorang dokter tentu beragam. Bisa jadi karena
penghasilannya menjanjikan, ingin kelihatan pintar dengan jas putih dan
stetoskop yang tergantung di leher, atau karena ingin memberikan pertolongan
bagi orang yang membutuhkan. Alasan-alasan tersebut wajar bila diperlukan agar
bisa menjadi pemicu semangat, karena untuk meraih gelar atau menjalankan amanah
sebagai dokter tidaklah mudah. Namun bagi seorang muslim tentu motivasi yang
berhubungan dengan akhirat menjadikan profesi ini semakin layak diperjuangkan.
"Dokter
adalah profesi paling menguntungkan di dunia, juga akhirat. Ruang kerjanya
adalah taman surga, dan ada 140.000 malaikat mendoakan setiap hari. Betapa luar
biasa profesi ini. Jadilah orang yang paling beruntung, Nak. Jadilah dokter
muslim yang cemerlang dan berjiwa Qur'ani." (Hal.51)
Bagi yang tidak sedang belajar untuk jadi dokter, pun bukan
seorang dokter jangan berkecil hati, karena …
InsyaAllah,
apa pun karier yang dimiliki, jika halal sumbernya dan Al Qur'an
"jiwa"-nya, maka ia akan menjadi jalan ke surga. (Hal.53)
Dokter juga manusia, mereka juga merasakan
jatuh cinta. Mereka juga sedih saat diledek tidak punya 'life' akibat
kesibukannya. Mereka juga kecewa jika harus meninggalkan keluarga secara
tiba-tiba. Mereka juga pernah melakukan kesalahan. Beberapa cerita dalam buku ini seolah ingin menyampaikan fakta tersebut untuk
pembaca. Hal lain yang sangat ditekankan di dalamnya adalah tentang pentingnya
berbakti pada orangtua serta pengingat bahwa kematian bisa datang kapan saja.
Kematian tidak mengenal usia. Banyak anak muda yang
dijemput malaikat maut ketika berada dalam usia gemilang dan puncak prestasi di
persada dunia. (Hlm. 49)
Cerita yang paling saya suka berjudul Mehnah dan Tribulasi, keduanya saling berhubungan dan ditulis oleh sepasang suami
istri yang sama-sama berprofesi menjadi dokter. Bercerita tentang seorang dokter yang baru saja kehilangan janinnya, saat siuman ia tidak berduka tapi malah menanyakan keselamatan
pasiennya. Padahal pasien tersebut menjadi penyebab akan ujian yang
diterimanya. Dengan lapang ia menyerahkan segala nasibnya pada Sang Kuasa. Itulah secuil
gambaran dokter yang dirindukan, mereka bertanggung jawab atas amanah yang
diterimanya. Mereka memohon pertolongan dalam setiap usaha dan memasrahkan
segala hasil kepada-Nya, karena sejatinya dokter hanyalah perantara, yang
memberi kesembuhan sejatinya adalah Allah, pemilik segala keputusan.
Seperti
yang saya katakana di awal, mayoritas penulis buku ini berasal dari Malaysia
sehingga bahasa melayu masih terasa betul saat membacanya. Hal yang mungkin bisa
dijadikan catatan untuk perbaikan selanjutnya yaitu adanya kesalahan pemilihan
kata ganti dalam cerita ketiga, di sana tokoh yang diceritakan adalah laki-laki
namun tiba-tiba digunakan kata ‘gadis’
sebagai kata ganti tokohnya. Selanjutnya dalam cerita kesembilan terkesan
membingungkan apakah penulis ingin menggunakan sudut pandang orang ketiga atau
pertama, penggunaan kata ‘saya’ dan ‘aku’ oleh seorang tokoh dalam situasi yang
sama juga membuatnya terlihat tidak konsisten.
Terlepas
dari semua itu buku ini bisa
dinikmati siapa saja, tidak membosankan karena setiap judul mengisahkan cerita
yang unik. Meskipun banyak istilah kedokteran di dalamnya, masih bisa dimengerti karena dijelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami, adanya catatan
kaki juga cukup membantu. Selain itu untaian
hikmah yang bersumber dari Al Quran dan hadits juga dibubuhkan dalam beberapa
judul, menjadikan pembaca bisa merenungkan lebih dalam akan pelajaran yang bisa
dipetik dalam setiap cerita.
#30DWC
#30DWCJilid20
#30DWCJilid20Day3
#Day3
Komentar
Posting Komentar