 |
pexels.com/Trinity Kubassek |
“Sial
perutku keroncongan,” gerutu Joa. Tak ada pilihan lain ia harus keluar untuk
makan. Gadis dengan rambut acak-acakan itu membuka pintu kamar dengan malas,
sebelum akhirnya tertawa lepas melihat ada makanan di sana. Dilahapnya sepiring
nasi goreng pedas itu tanpa tersisa sedikitpun. Mama mengintip kelakuan
putrinya dari celah pintu yang sedikit terbuka, sebuah senyum kecil terlukis di
wajah teduhnya.
Satu gelas air kurang, Joa berlari
menuju dapur untuk mengambil minum. Setelah rasa pedasnya berkurang, gadis itu
mencuci piringanya. Sedari kecil ia sudah dilatih untuk mencuci piringnya
sendiri. Di manapun ia berada kebiasaan itu dilakukan, tentu saja ini tidak
berlaku jika sedang makan di restaurant. Joa terkejut saat mengetahui mama
menepuk pundaknya.
“Tidak sedih lagi kan?”
“Entahlah…”
“Hmmm Mama kira sudah happy.”
Joa meringis, terdiam beberapa saat
kemudian kedua matanya berbinar seperti menemukan sebuah jawaban.
“Ma, ingin lihat Joa happy lagi kan?”
“Tentu saja.”
“Kalau begitu Joa mau minta
dibelikan kucing.”
“Kucing?”
“Ya… seperti si Jimmy yang pergi ninggalin Joa.”
Mama tak memberikan jawaban. Hanya
terlihat sedang berfikir saja.
“Ayolah Ma, please…” ujar Joa memohon.
“Boleh…”
“Yes!”
“Tapi ada syaratnya.”
“Apa Ma?” tanya Joa berhenti
tersenyum lebar.
“Kamu harus berbaikan dengan Jenny.”
“Ah, mama kan dia yang ninggalin Joa masa Joa yang harus minta
maaf.”
“Memang benar, tapi karena kamu tidak
merespon curhatannya kan Jenny jadi pergi?”
“Iya sih, tapi Ma…”
“Kalau tidak mau, tidak ada kucing
seperti Jimmy.”
“Hmmmm, baiklah…” ujar Joa mengalah.
Mama tersenyum lega, ia tahu ini
pasti berat bagi putrinya. Tapi sudah waktunya ia mencari sahabat. Tak tega
rasanya bila anak seusia Joa harus menikmati masa indahnya seorang diri.
Keesokan paginya Joa duduk di kelas
sendirian seperti biasa. Di ujung ruangan Jenny pun begitu, tak ada teman
sebangku. Pelajaran matematika hari ini berlangsung melelahkan, angka-angka
yang memenuhi papan tulis itu semakin membuat pikiran Joa memanas. Beruntung,
bel istirahat berbunyi. Joa tersenyum riang, tapi di sisi lain dirinya mulai panik.
Keringat dingin mulai membasahi tangannya. Jam istirahat tiba, itu artinya ia
harus mulai berbicara dengan Jenny. Diambilnya dua kotak tempat makan kecil
berwarna jingga dari tasnya. Joa hanya mematung saat berada tepat di samping
Jenny. Gadis yang mengepang rambutnya menjadi dua itu pura-pura tak mengetahui
kehadiran Joa. Ia mulai bangkit dari tempat duduknya , tiba-tiba saja ia berteriak
histeris melihat sesuatu menempel di ujung sepatunya.
“Kecoa…”
Jenny berteriak kencang membuat teman-teman yang lain menghentikan
aktivitasnya. Sayangnya mereka hanya menonton, tak ada satu pun yang
menolongnya. Jenny melompat-lompat berharap kecoa itu pergi, namun binatang
kecil itu masih berputar-putar di bawahnya. Dengan sedikit panik Joa meletakkan
kotak-kotak kecil itu dan mengambil sapu untuk mengusir si kecoa.
“Terima kasih Joa,” ucap Jenny sambil memeluknya.
Keduanya bersitatap kemudian tersenyum riang. Dengan terbata-bata
Joa menyampaikan permintaan maafnya. Jenny mengangguk, tak ingin masalah yang
dulu dibahas lagi. Akhirnya mereka menikmati sandwich buatan mama yang sengaja
dibuat khusus untuk Jenny. Mulai hari itu mereka jadi teman sebangku lagi.
Komentar
Posting Komentar